Mortir Mrican ‘ Pembawa Petaka Bagi Pejuang Di Pertempuran Pacet.
Sebentar lagi matahari akan muncul dari balik pepohonan di Pacet Mojokerto. Matahari saat itu juga menandakan bahwa tahun sudah berganti, tanggal 1 Januari 1949. Suasana senyap karena semalam ada pesta di kota kecil di lereng gunung Welirang yang berhawa dingin.
Serdadu Belanda yang ada di sana masih lelap dalam mimpi setelah menggelar pesta akhir tahun, atau mungkin mereka sedang mabok minuman keras yang disajikan dalam pesta tersebut. Satu regu serdadu dibawah pimpinan Kapten Schumacher tidak menyadari jika mereka telah dikepung para pejuang.Pada kegelapan malam, kesatuan tempur Batalyon 42 yang lebih dikenal dengan nama Bn Mansyur menyiapkan posisi.
Sebuah bangunan villa yang digunakan sebagai markas oleh KNIL dikepung rapat. Selain itu, Mayor Mansyur juga telah membagi anggotanya menjaga ruas jalan dari arah Mojokerto dan Mojosari ke arah Pacet. Hari itu kesatuan tempur yang berasal dari Laskar Hizbullah ingin memberi kado tahun baru pada musuhnya, penjajah Belanda. Selain itu, Mayor Mansyur Solikhi, komandan batalyon 42 juga ingin membalas serangan udara Belanda di Gumeng yang menyebabkan gugurnya puluhan orang pejuang.
Ketika fajar mulai menyingsing, aba-aba memulai tembakan diberikan. Suara tembakan dengan peluru yang diarahkan pada markas serdadu Belanda membuat penghuninya gelagapan. Beberapa diantara serdadu yang rata rata berusia muda itu tumbang tersambar peluru pejuang. Beberapa diantara mereka berhasil meraih senjata dan mencoba memberi perlawanan dengan membalas tembakan.
Namun efek minuman keras belum sepenuhnya hilang sehingga bidikan mereka tidak tepat sasaran. Dalam kondisi tubuh setengah sadar semacam itu maka sebagus apapun senjata mereka menjadi tidak berguna. Asrama serdadu Belanda menjadi tempat mereka meregang nyawa. Satu persatu mereka tewas tepat di hari pertama tahun 1949. Tidak sampai satu jam tembakan dari markas lawan terdiam.
Para pejuang mulai maju memeriksa keadaan, tetap dengan kesiagaan. Sebagian lawan yang mencoba bersembunyi berhasil diketahui dan dihajar tembakan juga. Seluruh serdadu Belanda di Pacet tumpas.Rupanya, sebelum meninggal dunia, mereka telah menghubungi Markas induk pasukannya. Maka tidak lama kemudian datanglah bantuan dari arah Pugeran dan juga dari jurusan Mojosari. Tujuannya jelas untuk menyelamatkan kawannya yang sedang diserang pejuang Hizbullah itu.
Kedatangan mereka segera dihadang oleh para pejuang yang memang sudah menduga akan kehadiran mereka.Dari arah Pugeran, pasukan Belanda datang dengan mengendarai beberapa truk. Ketika sampai di desa Kemiri pejuang menyambutnya dengan tembakan dari senjata tinggalan Jepang dan senjata rampasan lawan.
Truk musuh berhenti dan penumpangnya berhamburan mengambil posisi. Tetapi situasi dan tempat yang diambil pejuang lebih menguntungkan. Dengan posisi terbuka dengan mudah musuh menjadi sasaran tembakan. Mereka kemudian mundur dengan membawa serdadu yang luka atau mungkin juga meninggal dunia.Pertempuran hebat terjadi pada jalur arah Mojosari. Pasukan Belanda datang bukan hanya mengendarai truk, mereka juga membawa tank dan panser. Para pejuang menggunakan batu besar dan pematang sawah.sebagai perlindungan dengan gencar menghujani tembakan. Sebuah senjata kaliber 20 mm berhasil menghambat laju lawan.
Panser yang berjalan di depan pasukan terpaksa berhenti oleh tembakan senapan mesin pejuang. Tembak menembak dengan sengitnya terjadi. Hari mulai siang, pertarungan senjata belum juga berhenti.Tiba-tiba di langit Pacet menderu dua pesawat pemburu Mustang buatan Amerika yang dimiliki angkatan udara Belanda. Melihat itu, senjata mesin 20 mm segera diarahkan dari udara. Peluru menghambur dari pesawat itu menghujani para pejuang. Meski merepotkan namun peluru lawan tidak ada yang menemui sasaran. Ketika pesawat dengan cocor dicat merah itu berputar dan siap kembali menyerang, satu diantaranya jatuh diterjang peluru kaliber 20 mm.
Satu lainnya memilih kembali ke pangkalannya di Surabaya.Konsentrasi pertempuran kembali ke daratan. Pasukan lawan mulai menggunakan meriam untuk mendesak posisi pejuang republik yang bertahan dibalik bebatuan. Mendapat serangan senjata berat, para pejuang tidak mau kalah. Kompi pejuang yang menghadang itu juga memiliki sebuah pelontar mortir. Senjata itu didapatkan dari pembagian markas tentara pimpinan Mayor Jendral Soengkono bikinan pabrik Mrican Kediri. Beberapa orang pejuang menyiapkan mortir. Setelah bidikan dianggap tepat, peluru mortir dimasukkan ke larasnya. Sayang peluru mortir tidak terlontar, bahkan peluru itu meledak pada larasnya.
Lima orang pejuang gugur dalam insiden tersebut.Akhirnya, ketika hari menjelang senja, musuh memilih mundur balik ke Mojosari. Pertempuran yang berlangsung sepanjang hari itu dimenangkan pejuang dari batalyon Mansyur. Kemenangan gemilang karena berhasil menguasai Pacet. Selain itu, sebuah pesawat cocor merah dapat ditembak jatuh. Pesawat itu cukup ditakuti sebab telah membawa banyak korban pada pejuang, salah satunya di Gumeng. Keberhasilan menembak jatuh pesawat itu menjadi sebuah kebanggaan. Tentu mereka juga bangga dapat mengalahkan puluhan serdadu musuh yang ditempatkan di Pacet. Korban lain, baik luka ataupun meninggal di Kemiri maupun Pandan arum tidak diketahui karena musuh bisa mengevakuasinya.
Seharusnya tidak ada korban jiwa dari batalyon Mansyur seandainya tidak ada insiden ledakan mortir milik sendiri. Karena kecelakaan itu Mayor Mansyur tidak mau lagi menggunakan senjata pelontar mortir buatan Mrican tersebut. Para pejuang dari Hizbullah jera dan khawatir peristiwa semacam itu terulang lagi. Mereka jelas tidak ingin ada lagi korban sia-sia.