Mengenal Bakteri Penyebab Penyakit Maag

Penyakit maag bukan barang asing lagi. Umumnya penyakit ini disebabkan oleh meningkatnya produksi asam lambung. Namun, para ahli penyakit pencernaan mencurigai, ada penyebab lain dari penyakit menahun ini yaitu bakteri Helicobacter pylori.

Sebelumnya orang tidak pernah menduga kalau penyakit maag juga bisa disebabkan oleh keberadaan bakteri yang diidentifikasi sebagai Helicobacter pylori . Bakteri ini dikaitkan dengan gangguan lambung atau maag, serta ulkus (tukak) usus dua belas jari yang tak kunjung sembuh. Karenanya, gastroenterolog atau dokter ahli pencernaan belakangan banyak membicarakan makhluk renik ini.

Panjang H. pylori 2 – 3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral berekor dise lubungi lapisan mirip rambut
atau flagela. Dalam keadaan tidak aktif, makhluk ini berubah bentuk menjadi cocoid yang berlindung dalam kapsulnya.
Begitu keadaan memungkinkan baginya untuk aktif, dengan gesitnya ia bergerak Ia bersarang dan berkembang biak dalam lapisan mukus perut, dalam suasana asam tinggi.

Bakteri ini memerlukan urea (hasil akhir utama dari metabolisme protein mamalia) serta hemin (pigmen merah dalam darah) untuk berkembang biak. Ternyata hanya sel-sel jaringan mukus dalam lambung yang dapat menyimpan nutrisi esensial ini. Di situlah ia mengelurkan enzim urease yang dapat menguraikan urea menjadi amonia dan karbon dioksida. Bakteri yang sehat mampu memproduksi enzim ”by product” ini dalam jumlah sangat besar. Tentunya, kalau tidak dibasmi, akan tumbuh subur dan bisa bertahan hidup sampai puluhan tahun dalam lambung manusia sambil menggerogoti daerah di sekitar ”rumahnya”. Karena lambung tempat hidup paling nyaman baginya, dia ogah bermigrasi ke organ pencernaan lain, seperti usus besar, esofagus, dll.

Gejala pengidap H. pylori tak berbeda dengan penderita sakit maag biasa, yakni mual, kembung, dan nyeri Hanya bedanya berulang kali penyakitnya kambuh (kronis). Pada kasus lebih parah, penderita bisa muntah atau berak darah. Ini menandakan, penderita sudah menderita tukak lambung atau tukak usus dua belas jari (duodenum).

Melalui ludah
Penularan bakteri ini, menurut dr. H. Chudahman Manan, D.S.P.D., gastroenterolog dari FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, melalui ludah atau faeses yang masuk melalui mulut. Kalau dalam suatu keluarga ada satu pengidapnya, penularannya akan sangat mudah. Misalnya, melalui penggunaan gelas, sendok, atau piring makan secara bersamasama. Atau, karena kurang higienis,makanan bisa terkontaminasi faeses yang mengandung bakteri itu.
”Pengidapnya tidak hanya kalangan masyarakat ekonomi lemah, tapi juga banyak kalangan ekonomi menengah ke atas,” ungkapnya.

Bagi dunia gastroenterologi, temuan bakteri tahun 1983 oleh dr. Marshall dari RS Royal Perth,Australia, itu mempakan era baru bagi ilmu saluran cerna, karena penyebab penyakit lambung serta usus dua belas jari kronis yang dulunya tidak diketahui, sekarang
sudah terjawab. ”Ternyata peranan bakteri ini sebagai penyebab tukak lambung ataupun tukak usus dua belas jari hampir 100%,”
tambah dr. Manan. Tingkat kekambuhan yang dulunya sekitar 60% setelah bakteri berhasil diberantas hanya tinggal 5%.

Di Indonesia, dikatakan dr.Manan, sekitar 2 tahun lalu sudah terbentuk Kelompok Studi H.pylori Indonesia Kegiatannya, antara lain menyamakan suatu pendapat dengan pusat-pusat pendidikan gastro di negara-negara lain. ”Pertama-tama menyamakan visinya dulu, kemudian baru menyamkan konsesnus dalam bidang klinik, patologi, dan mikrobiologi. Soalnya, ketiganya saling berkaitan,”‘katanya.

Dari sejumlah pasien penderita tukak dua belas jari yang datang berobat ke RSCM, ternyata 95% di antaranya mengidap H.pylori. Pada pasien penderita gastritik kronik aktif, bakteri ini didapatkan pada 80% kasus. Sedangkan pada penderita tukak lambung 70 – 80%. Bahkan pada tumor lambung sekitar 60%. Pada 1994 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa infeksi H. pylori lebih tinggi pada pasien dengan penyakit kanker lambung daripada yang tidak. Adanya bakteri ini ditandai dengan tingginya faktor karsinogenik penyebab kanker. Dari data terlihat jelas, bakteri ini berperan besar dalam gangguan—gangguan
tersebut.

Sementara itu di Jepang, seperti dikutip Majalah Look japan, setiap 4 – 5 orang di bawah usia 30—an sudah terinfeksi bakteri ini
walaupun tampak sehat. Orang yang terinfeksi di atas usia 50 tahun bahkan sampai 50%.

Namun, hasil penelitian di Jepang dan Australia menunjukkan, infeksi pertama justru jarang pada usia dewasa. Iadi, bakteri itu mungkin sudah mendekam dalam tubuh selama puluhan tahun sejak usia anak-anak atau remaja. Bukti ini terlihat dalam suatu penelitian di Hiroshima, Iepang, terhadap orang berusia 25 – 35 tahun. Ternyata yang sudah terinfeksi 15 tahun lalu 54%, sedangkan yang baru terinfeksi hanya 27%. Penelitianini menunjukkan, prevalensi 0rang yang terinfeksi lebih rendah pada lingkungan yang higienis daripada lingkungan dengan sistem pembuangan kotoran serta penyaluran air kurang baik. Kesimpulannya, lebih banyak pengindap yang terinfeksi sejak kecil, terutama pada keluarga dengan higienis rendah.

Di Universitas Kobe, 43 anak terinfeksi H. pylori diteliti. Ternyata angka terinfeksi pada anak-anak dengan orang tua yang sudah terinfeksi bakteri ini (H. pylori positif) juga lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan orang tua H. pylori negatif. Penularan yang cepat ini mungkin lewat ludah itu tadi.

Diberantas habis
Cara menemukan bakteri ada dua macam, yakni cara non—invasif dan invasif. Noninvasif artinya, melalui darah, diperiksa
antibodi penderita terhadap bakteri ini. Anehnya, semakin tinggi antibodinya, semakin besar kemungkinan terinfeksi bakteri ini.
Perneriksaan noninvasif juga bisa dilakukan melalui tinja, urine, atau ludah. Namun, pada anak—anak justru tes melalui urine hasilnya lebih memuaskan. Tes H.pylori melalui darah pada bayi ternyata hasilnya tidak memuas—kan walaupun antibodi sang ibu
dengan H. pylori positif muncul dalam darah si bayi.

Ada lagi urea breath test yakni pemeriksaan berdasarkan penelitian napas. Melalui suatu alat khusus, dilihat reaksi kimianya.
Pasien diberi minuman yang mengandung unsur urea (13C) ditandai elemen isoptik karbon nonradioaktif. Bila hasilnya positif, gas karbon dioksida 13C akan muncul dalam 10 – 20 menit, berarti bakteri menghancurkan urea.
Sebaliknya, kalau hasilnya negatif, unsur 13C karbon dioksida tidak muncul. Pemeriksaan seperti ini belum dilakukan di Indonesia karena alatnya mahal. Sedangkan cara invasif dilakukan dengan pengambilan jaringan lambung dengan alat endoskopi. Ada lagi tes urease cepat (RUT, rapid urease test), yakni setelah diambil sampel jaringan lambung, selanjutnya dikulturkan dalam gelas yang sudah di isi cairan khusus. Setelah didiamkan 20 — 60 menit terjadilah warna (warna merah menunjukkan H. pylori positif tinggi). Jringan lambung itu dikulturkan dalam konsentrasi oksigen rendah (5%). Tes tidak bisa dilakukan dengan konsentrasi oksigen tinggi:

Menurut dr. Manan, masih dipertanyakan sumber bakteri ini, tapi diduga dari air yang kemudian digunakan untuk mencuci sayuran yang dimakan mentah (lalap), mencuci alat makan, dll.
Pemberantasannya harus sampai benar—benar tuntas (eradikasibakteri) agar penyakit tidak kambuh. Kongres H. pylori sedunia di
Sydney tahun 1990, sepakat menggunakan obat triple (three-drug treatment) yakni tetracyline (TC), metronidazole (MNZ), dan amoxicilin (AMPC), atau clarithromycin (CAM). Namun, karena beberapa pil harus ditelan sekaligus, acapkali menimbulkan efek
sampingan berupa reaksi alergi kulit, nyeri lambung, atau reaksi alergi lain. Sebab itu, di Jepang dan di beberapa negara lain sejak
1994 lebih sering digunakan AM-PC dan CAM dikombinasi dengan proton-pump inhibitor (PPI). PPI digunakan agar pH (tingkat
keasaman) dalam pencernaan mendekati netral dan dua jenis antibiotik terakhir itu tidak bekerja aktif dalam keasaman lambung.

Akhir tahun 1994 itu juga dunia kedokteran Italia mengumumkan bahwa dosis normal PPI dan CAM ditambah obat antiprozoal
selama seminggu akan menghasilkan eradikasi sampai 90%. Namun, dunia menyarankan pasien-pasien tertentu diobati selama
dua minggu.

Belakangan penanganan dengan trio obat tadi tidak lagi menggunakan kombinasi TC -MNZ – AMPC. Iepang mencoba
kombinasi PPI (dua kali dosis biasa) – AMPC (1.500 mg) – CAM (400 – 800 mg). Selama eradikasi dilakukan, semua obat antibakteri
dihentikan selama empat minggu sebelum dilakukan tes 13C-urea bakteri. Kombinansi PPI dan AM—PC selama dua minggu ternyata
berhasil membasmni H. pylori sampai 70%. Dari hasil itu, hanya 15 -‘ 19% yang kambuh. Namun, 30% penderita H. pylori yang tidak
berhasil dibasmi, 70 – 75% kambuh kembali penyakitnya pada  tahun berikutnya. Masalah lainnya, kalau sang bakteri mengalami resistensi, maka harus dicari obat kombinasi lain lagi untuk membasminya.

Hubungan H. pylori dengan penyakit kakner kini juga terus diteliti dibawa awah suatu proyek kanker. Kalau hasilnya sudah dapat diketahui, mudah-mudahan antibakteri untuk mencegah kanker sistem pencernaan dapat diterapkan.

Dr. Manan mengimbau agar siapa saja yang mengalami sakit lambung yang tidak kunjung sembuh sebaiknya diperiksa secara lebih teliti. Penyakit maag memang merupakan penyakit umum yang biasanya dapat sembuhkan dengan obat jenis antasid. ”Tapi kalau setelah berminggu minggu diobati penyakitnya tidak juga sembuh, jangan segan segan untuk memeriksakan diri kembali karena bisa bakteri penyebab penyakit maag,” pesan dr. Manan.